KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, dan tak lupa pula penulis mengirim
salam dan salawat kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawakan
penulis suatu ajaran yang benar yaitu agama Islam, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Akhlak” ini dengan lancar.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 21
yang artinya,
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu uswatun hasanah (suri teladan yang baik)
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS.
Al-Ahzab : 21)
Adapun makalah ini ditulis dari hasil penyusunan
data-data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber yang berkaitan
dengan agama Islam serta infomasi dari media massa yang berhubungan
dengan tema. Akhir kata, tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membimbing dan mengarahkan dalam penulisan makalah ini,
juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat
terselesaikannya makalah ini.
Indramayu, 24 Oktober 206
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1
Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3
Tujuan ........................................................................................................ 2
1.4
Manfaat ..................................................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORI .............................................................................. 3
2.1 Pengertian dan
Ruang Lingkup Akhlak Serta Perbedaannya Dengan Moral
Dan Etika ……………………………………………...……….………....3
Dan Etika ……………………………………………...……….………....3
2.2
Akhlak Terhadap Allah,Kepada Manusia Dan Lingkungan Hidup .......... 11
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 14
3.1
Kesimpulan ................................................................................................ 14
3.2
Saran .......................................................................................................... 14
DAFTAR
PUSTAKA
....................................................................................
15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akhlak merupakan tiang
yang menopang hubungan yang baik antara hamba dengan Allah SWT (habluminallah)
dan antar sesama umat (habluminannas). Akhlak yang baik akan hadir pada diri
manusia dengan proses yang panjang, yaitu melalui pendidikan akhlak. Banyak
kalangan di dunia ini menawarkan pendidikan akhlak yang mereka yakini
kebaikannya, tetapi tidak semua dari pendidikan tersebut mempunyai
kaidah-kaidah yang benar dalam Islam. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan yang
terbatas dari pemikiran manusia itu sendiri.
Sementara pendidikan
akhlak yang dibawa oleh Islam merupakan sesuatu yang benar dan tidak ada
kekurangannya. Pendidikan akhlak yang ditawarkan Islam berasal langsung dari
Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melaui malaikat Jibril
dengan Al Quran dan Sunnah kepada umat Rasulullah.
Rasulullah SAW sebagai
teladan yang paling baik memberikan pengetahuan akhlak kepada para keluarga dan
para sahabat Rasulullah SAW, sehingga orang-orang dekat Rasulullah SAW mampu
memiliki akhlak yang tinggi di hadapan umat lain dan akhlak mulia di hadapan
Allah. Sebagai umat Islam yang baik dan beriman kepada Allah, setiap
langkah kita sebaiknya merupakan implementasi dari keteladanan akhlak luhur
yang dimiliki Rasullullah.
Pandangan bahwa
kehidupan dengan landasan akhlak adalah sesuatu yang kuno dan ketinggalan zaman
serta jauh dari kemodernan harus kita hapuskan dari pemikiran kita. Kemunduran
moral yang terjadi di seluruh penghujung dunia seharusnya menjadi keprihatian
sendiri bagi seluruh umat. Semestinya manusia sadar dan kembali kepada
fitrahnya sebagai manusia yang diciptakan Allah dengan akhlak yang mulia. Orang
yang paling sempurna keimannannya adalah orang yang baik akhlaknya. Akhlak
Islam yang mulia ini akan membawa umat untuk selamat hidupnya di
dunia dan akhirat
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pegertian akhlak?
2. Bagaimana ruang lingkup akhlak dalam
Islam?
3. Apa perbedaan akhlak dengan moral
dan etika?
4. Bagaimana akhlak terhadap Allah?
5. Bagaimana akhlak kepada manusia?
6. Bagaimana akhlak kepada lingkungan
hidup?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian akhlak.
2. Memahami ruang lingkup akhlak dalam
Islam.
3. Mengetahui perbedaan akhlak dengan
moral dan etika.
4. Mengetahui akhlak terhadap Allah.
5. Mengetahui akhlak kepada manusia.
6. Serta dapat akhlak kepada lingkungan
hidup.
1.4
MANFAAT
1. Memberi pengetahuan kepada pembaca mengenai
akhlak, etika dan moral sesuai dengan agama islam.
2.
Pembaca
diharapkan dapat membedakan baik buruknya perilaku seseorang.
3.
Pembaca
diharapkan mampu merubah akhlak yang kurang baik menjadi akhlak yang sesuai
ajaran islam.
4.
Sebagai
pedoman dan tolak ukur berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP AKHLAK SERTA
PERBEDAANYA DENGAN MORAL DAN ETIKA
Komponen (utama) agama Islam. Akidah, syari’ah dan akhlak. Peggolongan
itu didasarkan pada penjelasan Nabi Muhammad kepada malaikat Jibril di depan
para sahabatnya mengenai arti iman, Islam,
dan ihsan yang dinyatakan Jibril
kepada beliau. Intinya hampir sama dengan isi yang dikandung oleh perkataan
akibah, syari’ah dan akhlak. Perkataan ihsan
(tersebut di atas) berasal dari kata ahsana-yuhsinu-ihsanun
yang berarti berbuat kebaikan atau berbuat baik. Di dalam al-Quran terdapat
kata ihsan yang artinya berbuat
kebajikan atau kebaikan (antara lain pada surat an-Nahl (16) ayat 90) dan
kebaikan (pada surat ar-Rahman (55) ayat 60). Baik kebajikan maupun kebaikan
rapat hubungannya dengan akhlak yakni
kadaan yang melekat pada jiwa manusia yang melahirkan perbuatan, mungkin baik
mungkin buruk.
Perkataan akhlak dalam Bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Arab akhlak,
bentuk jamak kata khuluq atau al-khulq, yang secara etimologis
(bersangkutan dengan cabang ilmu Bahasa yang menyelidiki asal usul kata serta
perubahan-perubahan dalam bentuk dan makna) antara lain berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabi’at[1].
Dalam keputustakaan, akhlak diartikan juga sikap yang melahirkan perbuatan (perilaku,
tingkah laku) mungkin baik, mungkin buruk, seperti telah disebut di atas.
Budi pekerti, perangai[2],
tingkah laku atau tabi’at, kita ketahui maknanya dalam percakapan sehari-hari.
Namun, agar lebih jelas, tidak ada salahnya kalau dituliskan juga di antaranya
dalam uraian ini. Budi pekerti adalah
kata majemuk perkataan budi dan pekerti, gabungan kata yang berasal dari Bahasa
Sansekerta budi artinya alat kesadaran (batin), sedang dalam Bahasa Indonesia
pekerti berarti kelakuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) budi
pekerti ialah tingkah laku, perangai, akhlak. Budi pekerti mengandung makna
perilaku yang baik, bijaksana dan manusiawi. Di dalam perkataan itu tercermin
sifat, watak seseorang dalam perbuatan sehari hari. Budi pekerti sendiri mengandung
pengertian positif. Namun, penggunaan atau pelaksanaannya yang mungkin negatif.
Penerapannya (itu) tergantung pada manusianya. Oleh karena itu, apabila orang
mengatakan budi pekerti si Amat baik, kata kata itu menunjukan penilaian
positif yang diberikan orang kepada pribadi Amat. Sebaliknya, kalau orang
mengatakan budi pekerti si Amin buruk, perkataan itu menunjukan penilaian
negatif terhadap pribadi Amin.
Kalau perkataan budi pekerti di
hubungkan dengan perangai, kata budi
pekerti itu mengandung arti yang lebih dalam karena telah mengenai sifat dan
watak yang dimiliki seseorang, sifat dan watak yang telah melekat pada diri
pribadi, telah menjadi kepribadian-nya. Dapat juga dikatakan bahwa perangai
adalah sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang. Pembentukanya kearah
baik atau buruk, ditentukan oleh berbagai faktor, terutama faktor orang tua
dalam keluarga. Perkataan perangai itu sendiri, sebagaimana budi pekerti,
mengandung makna ideal (sesuatu yang dicita-citkan, yang dikehendaki). Namun,
penerapannya yang mungkin menimbulkan penilaian positif atau negatif,
tergantung pada perilaku atau tingkah laku orang yang memiliki perangai itu.
Kalau perkataan budi pekerti dihubungkan
dengan akhlak, jelas, seperti yang
disebutkan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia di atas, kedua duanya mengandung
makna yang sama. Budi pekerti maupun akhlak mengandung makna yang ideal,
tergantung pada pelaksanaan atau penerapanya melalui tingkah laku yang mungkin
positif, mungkin negatif, mungkin baik mungkin buruk. Yang termasuk ke dalam
pengertian positif (baik) adalah segala tingkah laku, tabi’at, watak dan
perangai yang sifatnya benar, amanah, sabar, pemaaf, pemurah, rendah hati dan
lain-lain sifat yang baik. Sedang yang termasuk kedalam pengertian akhlak atau
budi pekerti yang buruk adalah semua tingkah laku, tabi’at, watak, perangai
sombong, dendam, dengki, khianat dan lain lain sifat sifat yang buruk. Yang
menentukan suatu perbuatan atau tingkah laku itu baik atau buruknya adalah nilai dan norma agama, juga kebiasaan
atau adat istiadat.
Akhlak Islami, seperti yang telah
dikemukakan di atas adalah keadaan yang melekat pada jiwa manusia. Karena itu
suatu perbuatan baru dapat disebut pencerminan akhlak, jika memenuhi beberapa
syarat. Syarat itu antara lain
adalah:
1.
Dilakukan
berulang ulang, jika dilakukan sekali saja, atau jarang-jarang, tidak dapat
dikatakan akhlak. Jika seseorang tiba-tiba, mislanya, memberi uang (derma)
kepada orang lain karena alasan tertentu, orang itu tidak dapat dikatakan
berakhlak dermawan.
2.
Timbul
dengan sendirinya, tanpa dipikir-pikir atau ditimbang berulang-ulang karena
perbuatan itu telah menjadi kebiasaan baginya. Jika suatu perbuatan dilakukan
setelah dipikir-pikir dan ditimbang-timbang, apalagi karena terpaksa, perbuatan
itu bukanlah pencerminan akhlak[3]
Akhlak menempati posisi yang sangat
penting dalam Islam. Ia dengan takwa, yang akan dibicarakan nanti,
merupakan”buah”pohon Islam yang berakarkan akidah, bercabang dan berdaun
syari’ah. Pentingnya kedudukan akhlak, dapat dilihat dari berbagai Sunnah qauliyah (Sunnah dalam bentuk
perkataan) Rasulullah. Di antaranya adalah”sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak” (Hadis Rawahu Ahmad); “mukmin yang paling sempurna
imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya” (H.r. Tarmizi). Dan, akhlak Nabi
Muhammad, yang diutus menyempurnakan akhlak manusia itu, disebut akhlak islam
atau akhlak islami, karena bersumber dari wahyu Allah yang kini terdapat dalam
al-Quran yang menjadi sumber utama agama dan ajaran Islam.
Di kalangan umat islam masalah yang
penting ini sering kurang digambarkan secara baik dan benar kalua dibangdingkan
dengan penggambaran tentang syari’at, terutama yang berhubungan dengan sholat;
sehingga, akibatnya, karena tidak mengenal butir-butir akhlak menurut agama
Islam, dalam praktik, tingkah laku kebanyakan orang islam tidak sesuai dengan
akhlak islami yang disebut di dalam
al-Quran dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad dalam kehidupan beliau sehai
hari. Suri tauladan yang diberikan Rasullah selama hidup beliau merupakan
contoh akhlak yang tercantum dalam al-Quran. Butir-butir akhlak yang baik yang
di sebut dalam al Hadis yang memuat perkataan, tindakan dan sikap diam Nabi
Muhammad selama kerasula beliau 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun du Madinah.
Menurut Aisyah, yang banyak sekali meriwayatkan sunnah Rasulullah, akhlak nabi
Muhammad adalah (seluruh) isi al-Quran. Umat Islam seharusnya bersyukur karena
Allah telah mengutus seorang insan kamil
(manusia sempurna) ke dunia ini untuk diteladani. Sayang sekali, manusia yang
sesungguhnya wajib menjadi idola kaum muslimin dan muslimat itu (seperti)
kurang dikenal oleh umat Islam sendiri karena tidak mempelajari sejarah hidup
rasulullah secara sistematis, baik dan benar. Dahulu, juga sekarang, pada bulan
rabi’ul awal disakan hari lahir Nabi Muhammad, yang disebut maulid nabi. Pada
waktu akhir akhir ini, terutama di Jakarta,perayaan maulid nabi tidak lagi
dibarengi dengan hidangan yang enek-enak, tetapi dengan acara khusus
menjelaskan riwayat hidup Nabi Muhammad dalam berbagai aspeknya, terutama aspek
akhlak yang seyogyanya ditelani oleh umat islam baik dia muslim maupun
muslimat. Di masa lampau peringatan maulid Nabi Muhammad yang semula dimaksud
untuk menghormati beliau dan mencontoh akhlaknya, dilakukan di kampung–kampung
dengan suatu acara khusus yang diakhiri dengan makan bersama menikmati makanan
sumbangan masyarakat di tempat bersangkutan. Dahulu, peringatan maulid Nabi
Muhammad diselenggarakan dengan membaca kitab Barzanji yang ditulis dalam bahasa Arab yang tidak diketahui
artinya oleh pendengar. Oleh karena keadaanya demikian, pada suatu ketika,
pernah, perayaan maulid Nabi Muhammad dinyatakan tidak ada gunanya
diselenggarakan. Sebabnya adalah karena akhlak Rasulullah mengenai berbagai
bidang hidup dan kehidupan manusia, tidak ditampilkan dalam acara tersebut.
Sesungguhnya, pringatan maulid Nabi Muhammad, baik diadakan, asal dalam setiap upacara ditampilkan,
sekurang-kurangnya, secara umum akhlak beliau yang perlu di contoh diteladani
umat Islam.
Akhlak adalah sikap yang melahirkan
pernuatan tingkah laku manusia. Karena itu, selain dengan akidah, akhlak tidak
dapat diceraipisahkan dengan syari’ah. Syari’ah mempunyai lima kategori
penilaian tentang perbuatan dan tingkah laku manusia, disebut al-ahkam al-khamsah seperti yang telah
di uraikan di muka. Kategori penilaian itu tidak hanya wajib dan haram, tetapi
juga sunnat, makruh, dan mubah atau ja’iz. Wajib dan haram, termasuk dalam
kategori hukun (duniawi) terutama, sedang sunnat,
makruh dan mubah termasuk dalam kategori kesusilaan atau akhlak. Sunnat dan makruh termasuk dalm kategori kesusilaan umum atau kesusilaan
masyarakat sedang mubah atau ja’iz termasuk dalam kategori kesusilaan
atau akhlak pribadi. Jelaslah kalau dihubungkan dengan ihsan dalam melakukan ibadah. Ihsan, dalam beribadat, adalah
melakukan shalat, misalnya, dengan baik dan khusuk (sungguh-sungguh, penuh
penyerahan dan kebulatan hati, dengan kerendahan hati) seolaholah yang
melakukan shalat itu sedang melihat atau berhadapan langsung dengan Allah.
Kalau tidak dapat membayangkan melihat Allah, kata hadis nabi yang berasal dari
ummar bin khatab itu, sekurang-kurangnya merasakan bahwa Allah melihat dia.
Karena syari’ah atau hokum islam mencakup segenap aktivitas manusia, maka ruang lingkup akhlak pun dalam Islam
meliputi semua aktivitas manusia dalam segala bidang hidup dan kehidupan.
Dalam garis besarnya, seperti telah
disebut di depan, akhlak dibagi dua. Pertama
adalah akhlak terhadap Allah atau Khalik (Pencipta), dan kedua adalah akhlak terhadap makhluk (semua ciptaan Allah). Akhlak
terhadap Allah dijelaskan dan di kembangkan oleh ilmu tasawuf dan
tarikat-tarikat, sedangkan akhlak terhadap makhluk di jelaskan dalam ilmu
akhlak, (dalam bahasa asing disebut ethics).
Ilmu akhlak, dilihat dari sudut etimologi ialah upaya untuk mengenal budi
pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at seseorang sesuai
esensinya.diapandang dari terminology,ilmu akhlak (ethics dalam bahasa Inggris) adalah ilmu yang mentukan batas antara
baik dan buruk, antara yang tepuji dengan yang tercela tentang perkataan atau
perbuatan manusia lahir dan batin[4].
Akhlak terhadap makhluk dibagi menjadi dua yaitu
1.
Akhlak
terhadap manusia
a.
Akhlak
terhadap diri sendiri
b.
Akhlak
terhadap orang lain
2.
Akhlak
terhadap bukan manusia
a.
Akhlak
terhadap makhluk hidup bukan manusia
b.
Akhlak
terhadap makhluk mati bukan manusia
Akhlak terhadap manusia dan bukan manusia, kini
disebut akhlak terhadap lingkungan hidup. Butir-butir masing-masing akhlak akan
disebutkan di bawah.
Selain degan kata-kata tersebut dalam
kamus besar Bahasa Indonesia (1989), perkataan akhlak sering juga di samakan
dengan kesusilaan (telah disinggung) diatas atau sopan santun. Bahkan, supaya
kedengarannya lebih ‘modern’ dan ‘mendunia’, perkataan akhlak budi pekerti dan
lain-lain itu, kini, sering diganti dengan kata moral dan etika. Penggantian
itu sah-sah saja dilakukan, asal saja orangnya mengetahui dan memahami
perbedaan arti kaya-kata yang dimaksud.
Perkataan moral berasal dari bahasa Latin mores,
jamak kata mos yang berarti adat
kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut di atas, moral artinya
ajaran tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban, budi pekerti, akhlak. Moral adalah istilah yang digunakan untuk
menentukan batas-batas suatu sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan
yang layak dikatakan benar, salah, baik, buruk. Dimasukkanya penilaian benar
atau salah ke dalam moral, jelas menunjukan salah satu perbedaan moral dengan
akhlak, sebab salah benar adalah
penilaian dipandang dari sudut hokum yang di dalam agama Islam tidak dapat
diceraipisahkan dengan akhlak, seperti telah disinggung di atas. Dalam
Ensiklopedia Pendidikan (1976) Sugarda Poerbakarwatja menyebutkan, sesuai
dengan makna aslinya dalam bahasa latin (mos),
adat istiadat menjadi dasar unuk menentukan apakah perbuatan seseorang baik
atau buruk. Oleh karena itu pula untuk mengukur tingkah laku manusia, baik atau
buruk, dapat dilihat apakah perbuatan itu sesuai dengan adat istiadat yang umum diterima kesatuan social atau lingkungan
tertentu. Karena demikian halnya, maka dapat dikatakan, baik atau buruk suatu
perbuatan secara moral, bersifat lokal[5].
Perkataan etika berasal dari bahsa yunani ethos
yang berarti kebiasaan. Yang dimaksud adalah kebiasaan baik atau kebiasaan
buruk. Dalam kepustakaan, umumnya, kata etika diartikan sebagai ilmu. Makna
etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, misalnya, adalah ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral atau akhlak.
Di dalam Ensiklopedia Pendidikan tersebut, diterangkan bahwa etika adalah sifat
tentang nilai, kesusilaan tentang baik dan buruk. Kecuali mempelajari
nilai-nilai, etika merupakan pengetahuan tentang nilai nilai itu sendiri.
Sebagai cabang filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia untuk menentukan
nilai perbuatan baik atu buruk, ukuran yang dipergunkanya adalah akal pikiran . akallah yang menentukan
apakah perbuatan manusia itu baik atau buruk. Kalau moral dan etika
diperbandingkan, moral lebih bersifat praktis, sedangkan etika lebih bersifat
teoretis. Moral bersikap lokal, etika bersifat umum (regional).
Sebelum membandingkan akhlak dengan
moral dan etika, tidak ada salahnya kalua disebut juga padanan lain akhlak
yaitu kesusilaan. Kesusilaan berasal
dari kata susila yang mendapat awalan ked dan akhiran an. Susila dalam bahasa
Sansekerta terdiri dari su dan sila. Su artinya baik atau bagus dan sila
berarti sikap, dasar, peraturan hidup atau norma. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kesusilaan artinya perihal susila (beradab, sopan, tertib),
berkenaan dengan adab (kesopanan, kehalusan, dan kebaikan budi pekerti) dan
sopan santun, sesuai dengan norma norma-norma tata susila[6],
menurut kebiasaan di suatu tempat pada suatu masa.
Akhlak islami yang telah diuraikan di
atas, berbeda dengan moral dan etika. Perbedaan dapat dilihat terutama dari sumber yang menentukan mana yang baik
mana yang buruk. Yang baik menurut akhlak adalah segala sesuatu yang berguna,
yang sesuai dengan nilai dan norma agama; nilai dan norma yang terdapat dalam
masyarakat, bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Yang buruk adalah
segala sesuatu yang tidak berguna, tidak sesuai dengan nilai dan norma agama
serta nilai dan norma masyarakat, merugikan masyarakat dan diri sendiri. Yang
menentukan baik atau buruk suatu sikap (akhlak) yang melahirkan perilaku atau
perbuatan manusia, di dalam agama dan ajaran Islam adalah al-Quran yang
dijelaskan dan dikembangkan oleh Rasulullah dengan sunnah beliau yang kini
dapat dibaca dalam kitab-kitab hadis. Yang menentukan perbuatan baik atau buruk
dalam moral dan etika adalah adat-istiadat dan pikiran manusia dalam masyarakat
pada suatu tempat di suatu masa. Oleh karena itu, dipandang dari sumbernya,
akhlak Islami bersifat tetap dan berlaku untuk selama-lamanya, sedangkan moral
dan etika berlaku selama masa tertentu di suatu tempat tertentu.
Konsekuensinya, akhlak Islam bersifat mutlak, sedangkan moral dan etika
bersifat relative (nisbi). Perbedaan pengertian ini harus dipahami supaya kita
dapat membedakan sifat dan isi akhlak, moral dan etika, walaupun dalam
masyarakat ketiga istilah itu disinonimakan dan dipakai silih berganti untuk
menunjukan sesuatu yang baik atau buruk, kendatipun astilah akhlak, tampaknya,
makin lama makin terdesak.
2.2
AKHLAK TERHADAP ALLAH, KEPADA MANUSIA DAN LINGKUNGAN
HIDUP
Butir-butir akhlak di dalam al-Quran dan al-Hadis
bertebaran laksana gugusan bintang-bintang di langit. Karena banyaknya tidak
mungkin semua dicatat di ruang ini. Lagi pula, selain satu butir dapat dilihat
dari berbagai segi juga mempunyai kaitan bahkan persamaan takwa. Dalam ruangan
ini, karena itu, hanya dicantumkan beberapa
saja sebagai contoh.
1.
Akhlak terhadap Allah (khlalik) antara lain adalah :
a.
Mencintai
Allah melebihi cinta kepada apa dan siapa pun juga dengan mempergunakan
firman-Nya dalam al-Quran sebagai pedoman hidup dan kehidupan;
b.
Melaksanakan
segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya;
c.
Mengharapkan
dan berusaha memperoleh keridhoan Allah;
d.
Mensyukuri
nikmat dan karunia Allah;
e.
Menerima
dengan ikhlas semua Qada dan Qadar Ilahi setelah Berikhtiar maksimal
(sebanyak-banyaknya, hingga batas tertinggi);
f.
Memohon
ampunan hanya kepada Allah;
g.
Bertaubat
hanya kepada Allah.
h.
Tawakkal
(berserah diri) kepada Allah.
2.
Akhlak terhadap makhluk, dibagi menjadi dua :
a.
Akhlak terhadap manusia :
1.
Akhlak terhadap Rasulullah (Nabi Muhammad) antara lain :
a.
Mencintai
Rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya;
b.
Menjadikan
Rasulullah sebagai idola, suri
tauladan dalam hidup dan kehidupan;
c.
Menjalankan
apa yang disuruhnya, tidak melakukan apa yang dilarangya.
2.
Akhlak terhadap Orang tua antara lain :
a.
Mencintai
mereka melebihi kerabat lainya;
b.
Merendahkan
diri pada keduanya diiringi perasaan kasih sayang;
c.
Berkomunikasi
dengan orang tua dengan khidmat, mempergunakan kata-kata lembut;
d.
Berbuat
baik kepada ibu-bapak dengan sebaik-baiknya;
e.
Mendo’akan
keselamatan dan keampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua-duanya
telah meninggal dunia
3.
Akhlak terhadap diri sendiri antara lain :
a.
Memelihara
kesucian diri;
b.
Menutup
aurat (bagian tubuh yang tidak boleh
kelihatan, menurut hukum dan akhlak Islam);
c.
Jujur
dalam perkataan maupun perbuatan;
d.
Ikhlas;
e.
Sabar;
f.
Rendah
hati;
g.
Malu
melakukan perbuatan jahat;
h.
menjauhi
dengki;
i.
Menjauhi
dendam;
j.
Berlaku
adil terhadap diri sendiri dan oorang lain;
k.
Menjauhi
segala perkataan dan perbuatan siasia.
4.
Akhlak terhadap keluarga,karib kerabat, antara lain :
a.
Saling
membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga;
b.
Saling
menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak;
c.
Berbakti
kepada ibu-bapak;
d.
Mendidik
anak-anak dengan kasih sayang;
e.
Memelihara
hubungan silaturahmi dan melanjutkan silaturahmi yang dibina orangtua yang
telah meniinggal dunia.
5.
Akhlak terhadap tetanggga, antara lain :
a.
Saling
mengunjungi;
b.
Saling
bantu satu sama lain;
c.
Saling
beri-memberi;
d.
Saling
menghormati;
e.
Saling
menghindari pertikaian atau permusuhan.
6.
Akhlak terhadap masyarakat, antara lain :
a.
Memuliakan
tamu;
b.
Menghormati
nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat;
c.
Saling
menolong dalam melakukan kebajikan dan takwa;
d.
Menganjurkan
anggota masyarakat termasuk diri sendiri dan orang lain melakukan perbuatan
jahat (mungkar);
e.
Memberi
makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup dan kehidupannya;
f.
Bermusyawarah
dalam segala urusan mengenai kepentingan bersama;
g.
Mentaati
putusan yang diambil;
h.
Menunaikan
amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan seseorang atau masyarakat kepada
kita;
i.
Menepati
janji.
b. Akhlak
terhadap bukan manusia (Lingkungan
Hidup) antara lain :
1.
Sadar
dan memelihara kelestarian lingkungan hidup;
2.
Menjaga
dan memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati, flora, dan fauna
(tumbu-tumbuhan dan hewan) yang sengaja diciptakan Tuhan untuk kepentingan
manusia dan makhluk lainya;
3.
Sayang
pada sesama makhluk.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhlak merupakan suatu perlakuan yang tetap sifatnya di dalam jiwa
seseorang yang tidak memerlukan daya pemikiran di dalam melakukan sesuatu
tindakan. Berdasarkan apa yang telah menjadi pokok bahasan pada materi di atas,
maka secara sederhana dapat di tarik sebuah kesimpulan yaitu akhlak merupakan
cerminan dari agama Islam itu sendiri, dimana bila akhlak seorang manusia
mencerminkan sebuah kebaikan, kesucian, kesopanan dan lain sebagainya yang
bertujuan menggapai ridho Allah. Yang menjadi ukuran baik dan buruknya akhlak adalah syarak, iaitu apa yang
diperintahkan oleh syarak, itulah yang baik dan apa yang dilarang oleh syarak
itulah yang buruk. Perkembangan teknologi dapat
mempengaruhi lingkungan serta kebudayaan masyarakat. Apabila dalam dingkungan
masyarakat tersebut tidak memiliki tembok yang kuat, niscaya keruntuhan Akhlak
dan morallah yang akan terjadi. Yaitu di mulai dengan hilangnya norma-norma
dalam masyarakat tersebut.
B. Saran
Kerusakan akhlak pada manusia di sebabkan oleh pengaruh lingkungan
yang semakin hari, semakin kebarat baratan yang selalu menurutu hawa nafsu yang
menggebu-gebu dalam menggapai ataupun meraih sebuah tujuan. Namun dengan adanya
pengaruh syaitan yang sangat kuat dalam diri manusia itu sendiri, yang
menjadikan tujuan yang baik, menjadi merosot kearah keburukan yang menyesatkan
kehidupan manusia baik di dunia maupun akhirat. Untuk itu marilah kita secara
sadar dan bersama-sama menjalanka kaidah dan menguatkan nlai-nilai aqidah islam
dalam jiwa kita degan sebaik-baiknya.
itulah
paparan mengenai Makalah Ahklak Dalam Islam dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
As,Asmara: Pengantar Studi Akhlak,Jakarta,Rajawali,1994.
Din,Haron dkk.: Manusia dan islam, jilid 1, 2, dan 3,
Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka,990.
Djatnika, Rachmat: system Ethika Islam, Surabaya, Pustaka
Islam,1987
Raliby,Osman: Allah,Alam dan Manusia, Jakarta,Fajar
Sidiq,t.t
Saltut, Mahmud: Akidah dan Syari’ah jilid 1 dan 2,
Jakarta, Bina Aksara, 1985